Fungsi
Kultur
Kultur
merupakan gejala sosial. Gejala sosial yang tampak pada suatu kebiasaan dan
dilakukan secara terus menerus sebagai sebuah kebiasaan dan dilakukan secara
terus menerus sebagai suatu kebiasaan itulah yang bisa juga menjadi suatu kultur.
Institusi
kepolisian merupakan organisasi besar yang telah tertata sedemikian rupa
sehingga memiliki kultur yang dapat dikategorikan sebagai kultur yang telah
memiliki dan menerapkan manajemen modern. Ivancevich dan Donnelly (1993),
mengemukakan bahwa ada tiga ciri umum yang terdapat pada semua organisasi yaitu
perilaku, struktur, dan proses. Dalam rangka membangun profesionalisme
kepolisian maka, tiga aspek yang senantiasa harus ditumbuhkembangkan oleh
kepolisian adalah aspek structural, instrumental, dan kulturul. Dari kajian
teoritis maupun emperik bahwa aspek kultural adalah aspek yang paling sulit dan
memerlukan waktu yang relatif lama. Berdasarkan dari berbagai pandangan
mengenai prilaku organisasi, maka dapat di tarik benang merah bahwa prilaku
organisasi sangat berkaitan langsung dengan proses tumbuh dan berkembangnya
kultur organisasi yang secara spesifik dalam bentuk pengandalian terhadap
tingkah laku orang-orang yang terlibat dalam organisasi serta bagaiman prilaku
organisasi tersebut dapat mempengaruhi perubahan prilaku setiap anggotanya
sehingga usaha-usaha pencapaian tujuan organisasi dapat terwujud.
Kultur
organisasi. Kultur atau budaya organisasi pada umumnya merupakan pernyataan
filosofis, dan dapat di fungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para
anggotanya karena dapat di formulasikan secara formal dalam berbagai peraturan
yang berlaku, maka para pemimpin dan anggotanya secara tidak langsung akan
terikat sehingga akan membentuk sikap dan perilaku sesai dengan visi dan misi
serta strategi organisasinya perilaku organisasi hendaknya senantiasa diwujdkan
sesuai dengan visi dan misi organisasi sehingga menjadi kultur organisasi yang
efektif, mengingat berdasarkan penelitian John P. Kotter dan James L, Heskett
(1992) bahwa kultur organisasi merupakan faktor utama yang menentukan perilaku
manajemen. Dalam organisai yang lingkungan tugasnya memiliki karakter yang
disiplin maka akan mempengaruhi disiplin seorang anggota organisasi.
Selanjutnya hasil penelitian kedua pakar tersebut membuktikan tiga hal yang
prinsipil. Pertama, kultur
organisasi dapat berdampak yang berarti terhadap kinerja jangka panjang. Kedua, kultur organisasi akan
menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam dasawarsa yang akan
datang. Ketiga, kultur organisasi walaupun
sulit di ubah dapat dibuat agar lebih meningkatkan kinerja.
Kultur
organisasi yang juga disebut juga kultur kerja merupakan nilai-nilai dominan
yang disebarluaskan dalam organisasi dan dijadikan acuan sebagai filosofi kerja
anggotanya. Menyimak beberapa teori serta hasil penelitian maka, dapat ditarik
benang merah bahwa semakin tepat serta relevan kultur yang dibangun dengan
visi, misi, dan tujuan, serta tugas pokok organisasi maka akan semakin
mendukung terwujudnya efektifitas organisasi. Oleh karnanya kultur organisasi
kepolisian haruslah dibangun dan di kembangkan sejalan dengan visi, misi, serta
tujuan organisasi kepolisian dan secara lebih khusus lagi sesuai dengan harapan
masyarakat.
Kultur
polisi sipil demokratis dan menegakan HAM mutlak dirumuskan, diterapkan, dan
dikembangkan oleh sluruh organisai kepolisian karena secara universal tugas
kepolisian menerapkan prinsip-prinsip yang sama. Sebagai kerangka acuan dalam
membangun kultur kepolisian maka, sisitem nilai, keyakinan dan kebiasaan bersama
yang selama ini sudah berjalan dalam organisasi kepolisianumumnya dan
organisasi kepolisian di Negara Indonesia khususnya, untuk dievaluasitingkat
efektifitasnya guna dikembangkan menuju ketingkat yang sesuai dengan paradigm
kepolisian. Secara kasuistas memang organisasi kepolisian Negara Indonesia
mengalami perubahan struktur organisasi termasuk didalamnya pergeseran
paradigmanya, sehingga mutlak diperlukan pembangunan kultur dalam rangka
efektifitas kinerja organisasi kepolisian. Mengingat secara struktur formal
kepolisian di Indonesia diwarnai oleh struktur organisasi tentara dalam kurun
waktu yang lama yaitu tiga dasa warsa maka, perubahan kultur harus
memperlihatkan nilai-nilai dan kebiasaan baik yang masih relevan atau tidak
sehingga dapat menentukan langkah strategis untuk melakukan perubahan kultur
organisasi tersebut.
Dalam
rangka melakukan perubahan kultur organisasi apapun termasuk organisasi
kepolisian maka, perlu mengacu pada kesesuaian karakteristik organisasi
kesesuaian ini dimaksutkan untuk melakuan kombinasi sesuai dengan tuntutan
kebutuhan organisasi itu sendiri, tingkat efektifitasnya maupun visi, misi, dan
tujuan organisasi. Di era tuntutan kualitas akan pelayanan public termasuk
pelayanan oleh institusi penegak hukum maka, meski kultur timur berkarakter
kuantitas namun sudah merupakan tuntutan untuk mengembangkan kultur kualitas.
Kualitas dimaksud mencakup kualitas kinerja SDM, kualitas proses, kualitas
hasil serta kualitas sarana hukum-hukum lainnya.
Dalam
rangka mempermudah pemahaman terhadap kultur serta proses untuk melakukan
perubahan terhadap kultur maka, terdapat sepuluh karakteristik penting untuk
mengukur keberadaan kultur organisasi (Robbins, 1990) :
1.
Inisiatif individu. Tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan kemandirian yang
dimiliki individu
2.
Toleransi resiko. Tingkat pengambilan resiko, inovasi dan keberanian individu.
3. Arahan. Kemampuan organisasi dalam
menciptakan kreasi terhadap sasaran dan harapan kinerja.
4. Integras. Kemampuan organisasi dalam
melaksanakan koordinasi seluruh unit menjadi satu kesatuan gerak.
5. Dukungan
manajemen. Kemampuan jajaran manajemen dalam proses komunikasi, pembimbingan,
dan memberikan dukungan kepada anak buah.
6. Kontrol. Seberapa besar aturan, arahan
supervise mampu mengontrol perilaku kerja anak buah.
7. Identitas. Seberapa kuat jati diri social
organisasi dalam diri kariyawan.
8. Sistem imbalan. Sejauh mana alokasi imbalan
didasarkan atas kinerja.
9. Toleransi konflik. Kesempatan kariyawan untuk
mengungkapkan konflik secara terbuka.
10. Pola
komunikasi. Seberapa jauh kimunikasi yang dibangun organisasi membatasi hirarki
secara formal.
Menurut Widijo Hari Murdoko
(2006), dalam teori manejemen pengembangan pribadi (personal quality management) terhadap empat
pilar yang perlu dikembangkan dalam mengelola diri guna meningkatkan kualitas
organisasi. Empat pilar tersebut terdiri atas kesadaran diri, pengaturan diri,
pembiasaan diri, dan evaluasi diri. Melalui langkah pengaturan diri aplikasinya
di dalam organisasi kepolisian diperlukan efektifitas. Oleh karenanya, dalam
konteks membangun kultur polisi yang melayani masyarakat misalnya melalui upaya
mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat. Sebagai suatu konsep sebagaimana
yang diuraikan bertujuan untuk membimbing tiap individu untuk berbuat lebih
nyata dan terarah makadar itu, setiap anggota kepolisian dituntut berani
menentukan target yang ingin dicapai dengan filosofi TARGET (Tetapkan sasaran pribadi, Arahkan sasaran pribadi menjadi sesuatu
yang lebih terperinci, Rencanakan
tindakan kongkrit yang akan dilakukan secara detail, Gunakan seluruh potensi yang dimiliki, oleh karenanya perlu
menginventarisasi mengenai kompetensi baik yang berkaitan dengan pengetahuan,
keterampilan dan sifat serta perilaku yang dimiliki oleh masing-masing
individu, Evaluasi semua yang telah
dilakukan apakah benar-benar sesuai rencana yang telah ditetapkan, Tentukan rencana baru berdasarkan apa
yang telah dievaluasi.) dengan harapan tampilan polisi sebagai pelayan
masyarakat yang berkualitas. Demikian juga sebagai anggota kepolisian dengan
kesadaran yang sepenuhnya tumbuh dalam hati sanubarinya karena motivasi untuk
melaksanakan tugas secara terarah baik sasaran, aktivitasnya, hasil yang
dicapai serta waktu yang dibutuhkan dalam tugas pelayanan maka akan memberikan
kontribusi dalam membangun kultur mengembangkan diri dilingkungan organisasi
kepolisian.
Perubahan kultur sebagaiman
dalam organisasi kepolisian di Indonesia yang berkultur militeristik menuju
kepolisian sipil yang demokratis dan menegakan HAM perlu memperhatikan berbagai
faktor yang terkait. Berbagai faktor tersebut tergambar dalam model sistem
perubahan (Hellriegel, 1998) enam variabel tersebut adalah variabel manusia,
variabel kultur, variabel tugas, variabel teknologi, variabel disain, variabel
strategi.oleh karenanya, dalam proses perubahan kultur organisasi kepolisian
menuju kultur polisi sipil yang demokratis dan menegakan HAM, perlu
memperhatikan faktor-faktor terkait lainnya jikalau kultur polisi yang
melayani, mengayomi, melindungi, serta menegakan hukum dengan memperhatikan
rambu-rambu HAM adalah merupakan wujud soft competence maka, seluruh faktor
terkaitpun harus dilakukan perubahan sehingga mendukung upaya mewujudkan kultur
yang diharapkan oleh masyarakat pelanggan. Sehingga bila mengacu pada pendapat
Hellriegel, maka untuk mengubah kultur harus didukung oleh SDM, teknologi,
desain, strategi dan tugas.
Pembentukan
Kultur Organisas.
Unsur-unsur
pembentuk kultur organisasi menurut Deal Kennedy dalam bukunya Corporate
Culture : The roles and ritual of corporate, membagi 5 unsur pembentuk kultur
organisasi yaitu : Lingkungan organisasi, nilai-nilai, pahlawan atau tokoh,
ritual, jaringan kultur. Berdasarkan pendapat para ahli sebagaimana diuraikan
diatas, maka dalam kerangka menumbuh kembangkan kultur organisasi menjadi
kultur yang sesuai dengan visi, misi dan tujuan organisasi termasuk organisasi
kepolisian diperlukan berbagai langkah pengembangan komponen-komponen maupun
mekanismenya. Masih terkait dengan perubahan kultur, maka perlu memperhatikan
semagat yang ada dalam filosofi KULTUR sebagai sebuah niatan guna perwujudannya
sebagai berikut :
Kinerja yang berkualitas mendorong tumbuhnya kultur
organisasi yang mampu membangun evektifitas organisasi menghadapi tuntutan akan
perubahan.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mewujudkan perubahan
kultur memerlukan langkah yang harus ditempuh secara konsisten dan proporsional
serta melibatkan seluruh anggota organisasi.
Lakukan dengan penuh semangat seluruh komitmen
organisasi secara bersama-sama disertai sikap tulus dan target atau sasaran
yang jelas.
Tetaplah berpegang pada semangat mengembangkan
kompetensi diri agar mampu memberikan pelayanan prima kepada stake holders guna
terwujudnya kepercayaan masyarakat kepada kinerja kepolisian.
Untuk mencapai perubahan kultur menjadi polisi sipil,
demokratis dan menegakan HAM, maka dibutuhkan kerja keras seluruh pihak terkait
dalam pembangunan kultur organisasi baik dalam hubungan antar personil maupun
pelaksanaan tugas.
Raihlah prestasi terbaik yang relevan dengan semangat
dan cita-cita mewujudkan kultur polisi sipil demokratis dan menegakan HAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar