Pertama-tama penting kiranya
kita mengucap puji dan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan
karunianya hingga kita masih berdiri dan menjadi bagian dari peringatan
kemerdekaan Indonesia yang ke-69. Kemerdekaan adalah hak segala Bangsa dan puncak
perjuangan bangsa ini. Jadi, serangkaian perjuangan menentang kolonial akhirnya
akan mencapai pada suatu puncak, yakni kemerdekaan. Dengan kemerdekaan,
berarti bangsa Indonesia mendapatkan suatu kebebasan. Bebas dari segala bentuk
penindasan dan penguasaan bangsa asing. Bebas menentukan nasib bangsa sendiri.
Hal ini berarti bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berdaulat, bangsa
yang harus memliki tanggung jawab sendiri dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Selain itu juga Kemerdekaan adalah suatu jalan ”jembatan emas” atau merupakan
pintu gerbang untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Jadi, dengan
kemerdekaan itu bukan berarti perjuangan bangsa sudah selesai. Tetapi, justru
muncul tantangan baru untuk mempertahankan dan mengisinya dengan berbagai
kegiatan pembangunan.
Berbicara mengenai kemerdekaan tak lepas dari sejarah
dimana Dampak dari penjajahan oleh Belanda selama 350 tahun (3,5
abad) dan 3,5 tahun oleh Jepang telah membulatkan tekad bangsa Indonesia untuk
merdeka. Bebagai perjuangan pahit para pahlawan telah dilewati hingga
tersematlah tekad untuk membebaskan diri dari penjajahan dan menjadi sebuah
negara yang diakui dalam tatanan Internasional. Sejarah mencatat sejak
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang, Indonesia mengalami
pasang surut sesuai dengan masanya. Pada periode Revolusi (1908 - 1950)
ditandai berdirinya Budi Utomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), Proklamasi (1945)
dan KMB (1949) serta periode pembangunan (1950-1998). Para pemuda bersatu
padu saling bahu membahu melawan
penjajah.
Periode Revolusi (1908 - 1950) ditandai berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 yang
menjadi tonggak permulaan pergerakan nasional di Indonesia. Pada awal
berdirinya, organisasi Budi Utomo hanya bergerak dalam bidang pendidikan dan
sosial budaya. Organisasi ini mendirikan sejumlah sekolah yang bernama Budi
Utomo dengan tujuan berusaha memelihara serta memajukan kebudayaan Jawa.
Anggota Budi Utomo terdiri dari kalangan atas suku Jawa dan Madura. Sejak tahun
1915 organisasi Budi Utomo bergerak di bidang politik. Gerakan nasionalisme
Budi Utomo yang berciri politik dilatari oleh berlangsungnya Perang Dunia I.
Peristiwa Perang Dunia I mendorong pemerintah kolonial Hindia-Belanda
memberlakukan milisi bumiputera, yaitu wajib militer bagi warga pribumi.
Dalam
perjuangannya di bidang politik, Budi Utomo memberi syarat untuk pemberlakuan
wajib militer tersebut. Syarat tersebut adalah harus dibentuk terlebih dulu
sebuah lembaga perwakilan rakyat (Volksraad). Usul Budi Utomo disetujui oleh
Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum sehingga terbentuk Volksraad pada tanggal
18 Mei 1918. Di dalam lembaga Volksraad terdapat perwakilan organisasi Budi
Utomo, yaitu Suratmo Suryokusomo.
Menyadari
arti penting manfaat organisasi pergerakan bagi rakyat, maka pada tahun 1920
organisasi Budi Utomo membuka diri untuk menerima anggota dari kalangan
masyarakat biasa. Dengan bergabungnya masyarakat luas dalam organisasi Budi
Utomo, hal ini menjadikan organisasi tersebut berfungsi menjadi pergerakan
rakyat. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya pemogokan-pemogokan buruh untuk
menuntut kehidupan yang lebih baik.
Berikutnya
adalah Sumpah Pemuda pada tahun 1928 yang merupakan suatu pengakuan dari
Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu
bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari
Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini
setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Kongres Pemuda II
dilaksanakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh organisasi Perhimpunan
Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan pelajar dari seluruh
wilayah Indonesia. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi
kepemudaan yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond,
Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa
seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie
dan pemuda asal Papua yakni Aitai Karubaba dan Poreu Ohee.
Dalam peristiwa sumpah pemuda yang bersejarah tersebut
diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya ciptaan W.R. Soepratman. Lagu
Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali pada tahun 1928 pada media cetak
surat kabar Sin Po dengan mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu
adalah lagu kebangsaan. Lagu itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial
Hindia Belanda, namun para pemuda tetap terus menyanyikannya. Tidak kalah
penting pada peristiwa ini, bendera Merah Putih dikibarkan. Sumpah Pemuda,
adalah ikrar dalam kongres pemuda ke II di Jakarta yang menyatakan bahwa Putra
Putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, menjunjung bahasa persatuan dan
berbangsa satu yaitu Indonesia.
Proklamasi
1945 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan Bangsa Indonesia berikutnya.
kekalahan Jepang pada Perang Dunia II memaksa Jepang menyerah dari Sekutu
sehingga Jepang mengeluarkan janji manis untuk memerdekakan Indonesia, Para
pemuda Indonesia antara lain Ir. Soekarno, Mr. Muh Yamin, Drs. Moh. Hatta,
Prof. Dr. Supomo, dan tokoh pemuda lainnya menangkap isyarat adanya kesempatan
untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Sebagai wujudnyata maka
dibentuklah BPUPKI yang diketuai Dr. Radjiman Widyodiningrat. Tugas BPUPKI
antara lain mempersiapkan Dasar Negara dan Undang Undang Dasar, selanjutnya
pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuklah PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
BPUPKI
menyelenggarakan sidang pada tanggal 28 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945. Pada sidang tersebut para tokoh
menyampaikan pidato tentang Dasar Negara yakni Mr.Muh.Yamin, Drs. Moh.Hatta, Ki
Bagus Hadi Kusumo, Prof. Dr. Supomo dan Ir. Soekarno. Kata Pancasila secara
eksplisit muncul dari pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 terdiri dari
Kebangsaan, Internasionalisme, Mufakat
atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial dan Ketuhanan. Rumusan Pancasila
selanjutnya disempurnakan melalui Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945,
dimana Sila Pertama berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan kewajiban
syaratnya Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Rumusan tersebut mengalami perubahan
pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sehingga berbunyi Ketuhanan Yang Maha
Esa, Rumusan Pancasila yang menjadi
kesepakatan adalah sebagaimana terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yang
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 tersebut.
Setelah
memproklamasikan kemerdekaan, Indonesia belum sepenuhnya terlepas dari
penjajahan, namun masyarakat Indonesia lewat para intelektualnya tidak berhenti
melakukan diplomasi-diplomasi guna mencapai pintu gerbang kemerdekaan secara
utuh. Salah satu diplomasi yang bersejarah adalah Konferensi Meja Bundar atau
yang populer disebut KMB pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949 di
Den Haag Belanda. Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan sebuah perundingan
tindak lanjut dari semua perundingan yang telah ada. Perundingan ini dilakukan
untuk meredam segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh Belanda yang berujung
kegagalan pada pihak Belanda. KMB adalah sebuah titik terang bagi bangsa
Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari Belanda, menyelesaikan
sengketa antara Indonesia-Belanda, dan berusaha menjadi negara yang merdeka
dari para penjajah. Selain itu juga hasil dari KMB merupakan embrio integrasi
Papua ke pangkuan NKRI.
Pasca
intrik dengan Belanda, Indonesia memulai babak untuk meciptakan Bangsa yang
terilhami dari kemajemukan masyarakat Indonesia, periode ini dapat dikatakan
sebagai periode pembangunan (1950-1998) melalui langkah-langkah yang dikenal
dengan pembangunan karakter bangsa (Nation
And Character Building - Soekarno) terbangun sikap Nasionalisme,
Patriotisme anti Kolonialisme, namun titik kelemahan penangganan kesejahteraan
dan kemiskinan sebagai reaksi Orde Baru menitikberatkan pembangunan di bidang
ekonomi sebagai prioritas (Soeharto). Kemajuan ekonomi dicapai secara cukup
berarti, tetapi tidak berjalan secara, adil dan jujur, periode Reformasi (sejak
tahun 1998) sebagai reaksi terhadap ketidakwajaran dan penyelewengan sehingga
masyarakat menuntut Reformasi total.
Perjuangan
bangsa Indonesia mencapai sebuah pintu gerbang kemerdekaan terdiri dari
rangkaian panjang pergolakan berupa fisik maupun verbal berskala masive,
bagaimana perdebatan-perdebatan mewarnai setiap periode dalam menggapai
kesepakatan untuk terbebas dari intervensi asing dan diakui oleh Bangsa lain
berikut berada dalam tatanan pergaulan Internasional.
Itulah pergolakan panjang para pahlawan
bangsa hingga mereka mengantarkan kita ke depan pintu gerbang kemerdekaan,
Proklamasi kemerdekaan pada faktanya hanya membawa Bangsa Indonesia ke gerbang babak baru
dalam mencapai sebuah tujuan bersama. Preambule UUD 1945 pada paragraf kedua “dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur”. Para pahlawan kita hanya mengantarkan kita ke pintu gerbang
sebuah peradaban baru yang disebut “kemerdekaan” namun belum mencapainya secara
utuh dimana Indonesia Merdeka adalah Indonesia yang masyarakatnya adil, makmur
dan sejahtera. Dalam Lagu Kebangsaan kita “Indonesia
Raya” karya R. W. Supratman, khususnya pada baris ketiga “di sana lah aku
berdiri”, menunjukan bahwa Indonesia yang diidamkan merdeka belum pada wadahnya
Indonesia yang Merdeka masih sebuah proses yang diawali dengan Proklamasi dan
seyogyanya kita isi kemerdekaan itu untuk mencapai Indonesia yang Merdeka dalam
arti utuh.
Namun
17 Agustus 1945 sebagai tonggak dibukanya kran independensi Indonesia di mata
dunia masih menyisakan riak-riak kolonialisme Belanda di Papua. Papua adalah
wilayah terakhir yang terintegrasi dengan NKRI. Seperti dijelaskan pada point
sebelumnya, hasil KMB dapat dikatakan
sebagai pengukuhan Indonesia secara de jure namun tidak bagi Papua, yang masih
menjadi polemik karena pasca proklamasi, Belanda belum meninggalkan Papua yang
berdasar perundingan masih berstatus quo.
Papua
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
kembali ke pangkuan Republik Indonesia setelah melalui jalan panjang perjuangan
yang diakhiri melalui proses Penentuan
Pendapat Rakyat 1969 adanya Pepera
telah menjadi dasar klaim yang sah
atas wilayah papua sebagai bagian integral NKRI. Jauh sebelum Pepera, gejolak
untuk menolak menjadi bagia dari Republik Indonesia sudah berlangsung di Papua,
terutama semenjak penandatanganan New
York agreement pada 15 agustus 1962, sebagai landasan untuk proses transfer
atau integrasi Papua menjadi wilayah di bawah United Nation Temporary Executive
Territory (UNTEA) dari 1 Mei 1962 sampai 1 Mei 1963, kemudian melakukan penyerahan
secara administratif Papua kepada Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Indonesia
setuju untuk menyelenggarakan semacam referendum
pada 1969. Rangkaian peristiwa tersebut berikut segala intriknya kemudian
menjadi bagian baru diantarkannya masyarakat Papua kepintu gerbang untuk menuju
peradaban baru dalam rangka mewujudkan masyarakat Papua yang sejaterah, adil
dan makmur.
rekam
jejak pergolakan Papua selama 45 tahun sejak 1969 yang mengindikasikan bahwa
Papua merupakan daerah termuda dibanding daerah lainnya telah menyisahkan
pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia terhadap masalah-masalah ideologis serta
akumulasi masalah kesejahteraan, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang
sedemikian kompleks dan membelit masyarakat Papua hidup di tengah
keterbelakangan di atas kekayaan alam mereka sendiri bisa jadi tanda besar atas
komitmen dan kesungguhan serta keseriusan Pemerintah dalam membangun Papua
terlebih dan lebih jauh ikut serta mengisi kemerdekaan ini di tengah pergumulan
dinamika akan membuka peluang kelompok-kelompok perjuangan menebar mimpi akan
Papua merdeka lepas dari NKRI.
Pada
tahun 1998 Indonesia mengalami babak sejarah pahit ketika terjadinya krisis
moneter yang mengakibatkan terjadinya krisis seluruh dimensi di Indonesia.
Harga BBM melonjak
tajam hingga 71% serta terjadi kekeringan hebat di beberapa wilayah di
Indonesia direspon cepat oleh kaum mahasiswa dan pemuda dengan menggelar aksi
unjuk rasa besar-besaran dan menduduki Gedung DPR dan MPR RI di Senayan.
Fenomena tersebut mengakibatkan pergolakan luar biasa di seluruh wilayah
Indonesia termasuk di Papua. Tuntutan-tuntutan masyarakat muncul khususnya isu
kesejahteraan bagi masyarakat Papua hingga keraguan dan tanda tanya besar
mencuat ke permukaan bahkan memunculkan wacana kemerdekaan bagi masyarakat
Papua dikumandangkan secara frontal.
Pada
tanggal 26 Februari 1999 akibat dari reformasi sebagai langkah awal pelurusan
rel kebebasan, Pemerintah Indonesia membuka diri dengan mengundang 100 tokoh
masyarakat Papua secara langsung di Istana Merdeka Jakarta Pusat. 100 tokoh ini
kemudian dikenal dengan “Tim 100” yang dipimpin oleh Sdr. Thom Beanal. Di
Istana tim ini menyampaikan ide-ide perubahan politik ndan tuntutan perbaikan
demokrasi di Papua bahkan dalam salah satu pernyataan sikapnya, Tim ini
menyampaikan keinginan untuk keluar dari NKRI. Namun keinginan direspon serius
oleh Presiden B.J Habibie. Hasil dialog Tim 100 dengan presiden itu kemudian
menjadi bahan sosialisasi ke seluruh wilayah Papua. Hal tersebut kemudian
menyebabkan hangatnya kembali suhu politik di Papua hingga dikeluarkannya Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN tahun 1999-2004 bab IV huruf (g) angka yang
berisi kebijakan otonomi khusus bagi Papua dan Aceh. Inilah bentuk akomodir dan
jalan tengah (win-win solution) atas penolakan ide pemekaran yang ditawarkan
oleh Pemerintah yang ditolak oleh rakyat Papua sekaligus bentuk penolakan
Pemerintah Indonesia atas aspirasi masyarakat yang ingin memisahkan diri dari
NKRI.
Selanjutnya
ketetapan MPR dalam GBHN tahun 1999-2004 ini diikuti dengan keluarnya Ketetapan
MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang rekomendasi kebijakan dalam penyelenggaraan
otonomi daerah, yang antara lain menekankan akan pentingnya segera dilakukan
realisasi penetapan suatu Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Sejak
tahun 2002 lewat Otsus, Pemerintah Indonesia dengan sungguh-sungguh memikirkan
dan mengambil langkah-langkah yang lebih konkrit, untuk memajukan kesejahteraan
rakyat di Papua, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, infrastuktur dasar,
permukiman penduduk dan ketahanan pangan. Pemerintah berupaya dengan penuh
kesungguhan mengisi kemerdekaan yang telah diberikan, untuk memberikan
kesempatan dan kesetaraan kepada putra asli Papua, dan berkembang maju mengejar
ketertinggalannya dengan putra-putra daerah yang lain. Sebagai wujud nyata
diberlakukannya Otonomi Khusus dalam rangka mengisi kemerdekaan di Papua.
Otonomi
Khusus Papua sebagai solusi sosial dan
politik dalam mengatasi kompleksitas permasalahan Papua serta aksi nyata
mengisi kemerdekaan bagi masyarakat Papua merupakan keinginan besar Pemerintah
pusat untuk mempercepat tingkat kesetaraan masyarakat Papua dengan masyarakat
Indonesia lainnya yang notabene telah mengecap perubahan sejak proklamasi
dikumandangkan 17 Agustus 2014 dan menjadi ide dasar dari pembentukan Majelis
Rakyat Papua (MRP). Majelis Rakyat Papua (MRP) dapat di katakan sebagai affirmative action (kebijakan
keberpihakan) untuk menigkatkan partisipasi rakyat Papua dalam setiap
pengambilan keputusan di Papua yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan
yang dapat melindungi hak-hak Orang Asli Papua (OAP) menuju kesejahteraan.
Otonomi
Khusus Papua melahirkan 3 (tiga) pilar baru dalam Kepemimpinan pemerintahan
sebagai wujud penyelenggaran negara di Papua yakni Gubernur, Dewan Perwakilan
Rakyat Papua (DPRP) dan Majelis Rakyat Papua (MRP). Ketiga pilar inilah yang saat
ini menjadi motor penggerak perubahan Papua baru yang lebih sejahtera dan damai
dalam rangka mengisi kemerdekaan yang telah diantar oleh para pejuang
kemerdekaan. Pada kenyataannya Pembangunan yang dilakukan sudah menunjukan
sebuah era baru bagi masyarakat Papua. perekonomian, pendidikan, kesejahteraan,
infrastruktur bahkan pembangunan sumber daya manusia secara perlahan melalui
sebuah proses mulai menunjukan dampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat
Papua bahkan sebagai contoh kongkrit, Provinsi Papua semenjak diberlakukan
Otonomi Khusus dibagi menjadi 2 Provinsi bahkan keterlibatan Putera daerah di
dalam birorat sudah mencapai 90 %. Ruang bagi putera daerah di segala lini Pemerintahan
telah terbuka lebar.
Otsus sebagai penjawab tanda tanya
ketertinggalan Papua telah menunjukan Entitas
Kebangsaan Keindonesiaan di Papua, pemerintah saat ini secara optimal
mengejar impian masyarakat Papua untuk mencapai sebuah kesejahteraan, proses
penting ini dapat dikatakan sebagai injeksi Pemerintah Kepada Papua untuk
mengobati segala stigma negatif yang ada. Mari kawal dan dukung Otsus dan
implementasikan guna terwujud masyarakat Papua yang sejahtera dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jayapura, 8 Agustus
2014
Penulis
Drs.
PAULUS WATERPAUW
BRIGADIR
JENDERAL POLISI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar